Latest Entries »

Safety Behaviour

ANALISIS PERILAKU (PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK) PEKERJA TERHADAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN K3 DI BAGIAN PEMELIHARAAN MESIN 2 PT. X DI KABUPATEN REMBANG

Yulhaimi Febriantoro1 Ekawati, SKM, M.Sc2 Priyadi Nugraha P, SKM, M.Kes3 1Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro 2Dosen Bagian keselamatan dan Kesehatan Kerja 3Dosen Bagian Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Email : febriantoro14@gmail.com

ABSTRACT

Occupational safety and health is an important aspect of a company to protect workers in order to work safely, healthy, and avoid from work accident. K3 policy is a company commitment to apply K3. PT X in Rembang has determined K3 policy but still a lot of unsafe action performing by workers in Engine Maintenance Departement 2. This research was aimed to analyze workers behavior in implementing K3 policy in Engine Maintenance Departement 2 PT X. Quantitative method using observation and indepth interview was conducted. Subjects were 15 workers from Engine Maintenance Departement 2 as main informans and 2 workers from staff LK3 Departement and supervisor Engine Maintenance Departement 2 as triangulation informans. Stages consist of preparation, implementation, data validation, and data analysis. The result showed that knowledge of main informans was enough good and respond positively to value and attitude. PPE and safety sign were not all available, SOP/working intruction and training K3 were available. Perception of supervisor existance of Engine Maintenance Departement 2, staff LK3 and co- workers influenced behavior of main informan positively in implementing K3 policy. It can conclude that workers behavior in implementing K3 policy in PT X was still not good because K3 aspect was still ignored such as smoking and not wearing proper PPE, also PPE and safety sign were not all 100% available. The company should complete PPE and safety sign immadiately and apply strict punishment for violators of K3 policy.

Keywords : Implementation of K3 policy, workers behavior

 PENDAHULUAN

Indonesia dalam beberapa dekade terakhir terfokus untuk mengembangkan sektor industri sebagai salah satu andalan dalam pembangunan Indonesia. Kegiatan tersebut tentunya akan berdampak positif terhadap penyerapan pekerja, peningkatan pendapatan dan pemerataan pembangunan. Selain itu kegiatan industri juga membutuhkan energi listrik sebagai sarana untuk membantu proses produksi, demikian pula dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun sehingga keterbutuhan akan pemakaian listrik di Indonesia juga meningkat. Berdasarkan laporan statistik PT. PLN tahun 2011 pemakaian listrik di sektor rumah tangga sebesar 37.182,63 MVA menyumbang 49,45% dari kebu-tuhan listrik nasional dan sektor industri sebesar 17.477,84 MAV sekitar 23,25% dari keterbutuhan listrik nasional. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai pertumbuhan kelistrikan nasional Indonesia setiap tahunnya meningkat diperkirakan sekira rata-rata 10,1 per tahun. Dengan rincian 8,6 persen untuk Jawa-Bali dan 13,5 persen untuk luar Jawa-Bali. 1,2

Sebagai upaya untuk memenuhi keterbutuhan akan energi listrik nasional PT. PLN mengadakan proyek 10.000 MW dengan membangun PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) dengan tenaga batubara tanaman di 42 lokasi di Indonesia, meliputi 10 pembangit listrik dengan kapasitas 6.900 MW di Jawa – Bali dan 32 pembangkit listrik dengan kapasitas keseluruhan 2.252 MW di luar Jawa – Bali.3 Disisi lain kegiatan di PLTU dalam proses produksinya tentunya disertai faktor-faktor yang mengandung risiko bahaya dengan terjadinya kecela-kaan maupun penyakit akibat kerja.

Berdasarkan data dari Health And Safety di Irlandia dari tahun 2008 sampai dengan 2012 terjadi 36.437 kasus kecelakaan yang mengakibat-kan cidera ringan dan 250 kasus kecelakaan fatal yang mengakibatk-an kematian.4 Selain itu berdasarkan data dari Bureau Of Labor Statistics (BLS) di Amerika pada tahun 2012 di industri swasta tercatat lebih dari 2,8 juta. (94,8 %) kasus cedera dari hampir 3,0 juta kasus kecelakaan kerja yang terjadi.5

Sesuai dengan Undang-undang no 1 tahun 1970 tentang kese-lamatan kerja bagi para pekerja dan Undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan khususnya pasal 86 ayat 1 ,menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mem-punyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. moral dan kesusilaan; dan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Kepedulian perusahaan dalam pene-rapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk melindungi pekerja dari potensi bahaya yang dihadapinya sehingga produktivitas pekerja akan optimal terhadap industri yang bersangkutan. Pe-merintah juga telah membuat Peraturan Pemerintah no 50 tahun 2012 tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) bertujuan untuk pengendalian risiko di tempat kerja. Dengan adanya hal tersebut tentunya dalam bidang penyedia tenaga listrik wajib memperhatikan dan memenuhi ketentuan mengenai keselamatan ketenaga kelistrikan yang diatur dalam Undang-undang no 20 tahun 2002 tentang ketenaga kelistrikan.6,7

Berdasarkan Teori Domino yang pertama kali dikemukakan oleh Heinrich tahun 1931 mengatakan bahwa kejadian-kejadian yang menyebabkan cidera, adalah seperti lima domino, berdiri pada satu ujung dan siap untuk menjatuhkan satu sama lain saling bergantian. Lima faktor tersebut yaitu kebiasaan, kesalahan seseorang, perbuatan dan kondisi tidak aman (hazard), kecelakaan, serta cidera. Heinrich tahun 1931 mengemukakan, untuk mencegah terjadinya kecelakaan, kuncinya adalah dengan mem-utuskan rangkaian sebab-akibat. Seperti dengan membuang hazard, satu domino di antaranya.8

Pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada dasarnya merupakan tanggung-jawab para manajemen yang wajib memelihara kondisi kerja yang selamat sesuai dengan ketentuan pabrik. Penerapan Manajemen K3 secara komprehensif dan terinte-grasi dengan manajeman perusa-haan merupakan cara pencegahan yang efektif terhadap terjadinya kecelakaan di tempat kerja. SMK3 adalah bagian dari sistem manaje-men perusahaan secara keseluruh-an dalam rangka pengen-dalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. 6,9

  1. PT.X merupakan perusahaan yang menyediakan jasa pemeliha-raan dan operasi tenaga pembangkit di Kabupaten Rembang. Berdasar-kan proses produksi dan output dari proses potensi bahaya yang paling besar adalah tersengat aliran listrik yang bertegangan tinggi serta ledakan dari proses produksi yang berkaitan dengan bejana bertekanan tingi, bahan bakar dan suhu tinggi. Dengan adanya hal tersebut sesuai dengan PP No 50 tahun 2012 tentang SMK3, PT. X telah membuat kebijakan keselamatan dan keseha-tan kerja yaitu menciptakan lingku-ngan kerja yang aman, bersih dan sehat guna mencapai nihil kecelaka-an dan penyakit akibat kerja serta menciptakan kondisi aman untuk seluruh aset perusahaan. Akan tetetapi berdasarkan hasil rekapan unsafe action saat dilakukan inspeksi K3 selama bulan Oktober 2013 sampai dengan Bulan April 2014 menunjukkan bahwa Bagian Pemeliharaan Mesin 2 PT.X melakukan 12 kali tindakan yang termasuk unsafe action. Berdasar-kan latar belakang tersebut maka diperlukan peneitian tentang deskrip-si perilaku pekerja ditinjau dari faktor predisposing, reinforcing, dan enabling dalam mengimplemen-tasikan kebijakan K3 di Bagian Pemeliharaan Mesin 2 PT. X

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode observasi dan wawancara secara mendalam.10 Sifat penelitian dalam penelitian kualitatif adalah deskriptif, yaitu menggambarkan secara mendalam tentang situasi atau proses yang diteliti untuk mendapatkan data yang mengandung makna.11 Prosedur pengambilan subjek dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan subjek didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.12 Subjek dalam penelitian ini adalah para pekerja dengan kriteria :

  1. Pekerja di Bagian Pemeliharaan Mesin 2 dari PT. X dimana bagian tersebut bersatus dibawah PT. X sehingga para pekerja terikat penuh dengan kebijakan di PT. X.
  2. Bersedia menjadi subjek penelitian dan memberikan keterangan saat diwawancarai.

Subjek penelitian berjumlah 15 pekerja yang bekerja sebagai teknisi di fly ash 3 pekerja, teknisi alat berat sebanyak 5 pekerja, 6 pekerja sebagai teknisi di coal handling dan 1 pekerja sebagai welder (tenaga pengelas). Subjek untuk triangulasi sebanyak 2 pekerja yaitu Supervisor Bagian Pemeliharaan Mesin 2 sebagai koordinator bagian dan Staf LK3 sebagai pengawas pelaksanaan kebijakan K3 di lapangan.

HASIL PENELITIAN

  1. Gambaran umum Lokasi Penelitian                                                                                                                                                                           PT. X merupakan perusaha-an yang bergerak dibidang jasa operasi dan pemeliharaan unit pembangkit listrik di Indonesia. Di Kabupaten Rembang PT. X mengelola unit pembangkit listrik yang merupakan aset dari perusahaan listrik nasional. PT. X mengelola semua proses dari mulai bahan baku mentah, proses produksi hingga penyaluran hasil produksi. Di area kerja PT. X terdapat berbagai hazard yang ditimbulkan dari proses produksi, seperti bahan bakar(solar), debu batubara, mesin proses produksi, bahan kimia, gas dan listrik yang dihasilkan dari proses produksi itu sendiri yang digunakan sebagai campuran proses produksi sehingga bisa membahayakan para pekerja dan bisa menjadi salah satu faktor terjadinya kecelakaan kerja. Potensi bahaya terbesar yang ada di PT. X adalah kebakaran yang bisa ditimbulkan dari proses produksi maupun cara kerja dari para pekerjaan yang melakukan maintenance/pemeliharaan.
  2. Karakteristik Subjek Penelitian

Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 17 orang, terdiri dari 15 orang informan utama yang di ambil dari pekerja bagian Pemeliharaan Mesin 2 dan 2 orang informan triangulasi berasal dari staf LK3 dan Supervisor Pemeliharaan mesin 2. Semua subjek penelitian memiliki jenis kelamin laki-laki dengan rentang usia subjek penelitian yaitu antara 22 tahun hingga 46 tahun. Untuk informan utama rata-rata usianya tergolong masih muda yaitu 22 hingga 31 tahun dan 2 orang informan yang tergolong pekerja senior berusia 36 dan 46 tahun. Sebagian besar subjek penelitian belum pernah mendapatkan pelatihan K3 sebelum bekerja di PT.X, secara keseluruhan sebesar 65% subjek penelitian belum pernah mendapatkan pelatihan K3 sebelum bekerja di PT.X dan 35% subjek penelitian pernah mendapatkan pelatihan K3 sebelum bekerja di PT. X. Rentang masa kerja dari informan utama yaitu 0,5 tahun sampai dengan 7 tahun rata-rata dari mereka memiliki masa kerja 2 tahun di PT.X. Tingkat pendidikan terakhir dari semua subjek penelitian SMP sebesar 12% (2 orang), SMA sebesar 12% (2 orang), SMK sebesar 64% (11 orang), Diploma 2 sebesar 6% (1 orang) dan Diploma 3 sebesar 6% (1 orang), rata-rata tingkat pendidikan terakhir dari subjek penelitian adalah SMK.

Informan triangulasi pertama adalah staf LK3 yang memiliki masa kerja di bidangnya selama 3,5 tahun selama berada di PT.X dan memiliki tingkat pendidikan terakhir Diploma 3. Sedangkan untuk informan triangulasi kedua adalah Supervisor Pemeliharaan Mesin 2 yang memiliki masa kerja dibidangnya selama 20 tahun di PT. X dan memiliki tingkat pendidikan akhir SMP.

  1. Faktor Predisposisi

     Pengetahuan semua informan utama tentang penegertian K3, manfaat kebijakan K3, APD, safety sign, contoh unsafe action dan unsafe condition sudah baik mereka memberikan keterangan bahwa K3 penting untuk keselamatan dan kesehatan mereka saat bekerja, selain itu dengan adanya kebijakan K3 berguna juga untuk mengatur K3 di perusahaan. Meraka mengetahui APD standar yang harus digunakan seperti helm, sepatu, sarung tangan, masker, kacamata dan ear plug. Beberapa safety sin seperti tanda untuk memakai APD dan larangan di area kerja mereka telah mengetahuinya begitu pula dengan tindakan tidak aman seperti tidak memakai APD maupun merokok di area kerja yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.

       Pengetahuan informan utama tentang instrusi kerja/IK sudah baik, namun masih ada 4 informan utama yang belum mengetahui IK di bagian Pemeliharaan Mesin 2, mereka memberikan keterangan bahwa IK merupakan instruksi dari atasan untuk bekerja dan merupakan penilaian atasan kepada bawahan. Hal tersebut tidak sesuai dengan pengertian IK yang merupakan aturan/panduan kerja yang ada di bagian Pemeliharaan Mesin 2 untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu.

       Semua informan utama kurang mengetahui tentang SMK3 dan isi dari kebijakan K3 di PT. X, hal tersebut ditunjukkan dengan jawaban mereka tentang kebijakan K3 yang merupakan aturan untuk K3 dan berupa aturan untuk memakai APD, tanpa bisa menjelaskan pengertian umum SMK3 maupun isi secara umum di kebijakan K3 PT. X.

Menurut informan utama mereka memberikan penilaian bahwa kebijakan K3 penting untuk dilaksanakan sebab untuk memberikan keselamatan pada mereka saat melaksanakan pekerjaan, sehingga dapat diketa-hui bahwa penilaian informan utama tentang pentingnya kebijakan K3 adalah positif. Hal tersebut didukung dengan per-nyataan mereka bahwa dengan adanya kebijakan K3 dapat mendorong mereka untuk ber-perilaku safety di tempat kerja dengan mentaati peraturan K3 yang sudah ditetapkan seperti menggunakan APD. Sehingga secara umum dapat disimpulkan penilaian informan utama ter-hadap kebijakan K3 adalah positif, hal tersebut dapat digu-nakan sebagai dasar untuk melakukan perubahan terhadap perilaku informan utama untuk mendukung pelaksaaan kebijakan K3 yang ada di PT. X.

Semua informan utama memberikap sikap yang positif berdasarkan keterangan mereka yang menyatakan bahwa patuh terhadap kebijakan K3 yang ada merupakan suatu keharusan dan penting bagi diri mereka. Pernyataan tersebut juga di-dukung dengan sikap mereka yang mendukung dengan adanya sanksi bagi pelanggar kebijakan K3. Akan tetapi informan utama 5 dan 8 tidak setuju dengan adanya sanksi yang diterapkan serta informan 7 yang masih bimbang antara mendukung dan tidak mendukung dari penerapan sanksi bagi pelanggar kebijakan K3.

2. Faktor Pemungkin

APD standar seperti safety helmet, safety shoes, masker, safety goggles, safety gloves dan ear plug telah diberikan oleh pihak perusahaan, sedangkan untuk pekerjaan khusus seperti pengelasan APD standar yang disediakan berupa face shield dan safety gloves sedangkan untuk appron belum tersedia sebab masih dalam tahap pengadaan. Selain itu wear pack bagi pekerja belum diberikan oleh pihak perusahaan, dan sebagai gantinya diberikan seragam lapangan untuk bekerja. Masker khusus seperti masker respirator yang digunakan pada pekerjaan di area yang memiliki partikel debu lebih kecil masih dalam tahap pengadaan, sedangkan untuk masker standar sudah disediakan oleh pihak perusahaan dan di adakan pensuplaian masker setiap 1 bulan sekali khusus untuk masker kasa dan 3 bulan sekali untuk masker kasa yang memiliki ketebalan lebih tinggi hal tersebut sesuai dengan keterangan informan triangulasi 1. Sehingga dapat disimpulkan untuk APD belum 100% disediakan oleh pihak Perusahaan salah satunya wear pack sehingga hampir semua informan utama tidak memakai wear pack saat bekerja, hal tersebut juga diungkapkan oleh informan utama bahwa mereka saat bekerja tidak menggunakan APD berupa wear pack dikarenakan dari pihak Perusahaan tidak menyediakan dan bila ada yang menggunakan wear pack itu merupakan kepunyaan pribadi diluar dari pihak Perusahaan.

Safety sign merupakan sala satu element penting di area perusahaan berdasarkan hasil observasi masih terdapat safety sign yang belum tertera di area kerja bagian Pemeliharaan Mesin 2 yaitu tanda pemakaian APD seperti safety goggles, masker dan safety gloves. Selain itu tanda bahaya debu, tingkat kebisingan, bahaya ketinggian di area fly ash dan tanda conveyor loading juga belum terpasang dan masih dalam tahap pengadaan.

Di bagian Pemeliharaan Mesin 2 sendiri sudah mempunyai prosedur untuk melakukan suatu pekerjaan berupa instruksi kerja (IK) sebagai pedoman untuk melak-sanakan suatu pekerjaan. Se-hingga dalam melakukan setiap pekerjaan sesuai dengan tahapan yang ada dan panduan safety yang tertera di dalam dokumen instruksi kerja (IK). Untuk dokumen IK tersendiri setiap ada pekerjaan kemung-kinan di revisi sesuai kebutuhan sebab tingkat kerusakan pasti mengalami perubahan dari yang sebelumnya.

Di PT. X pelatihan dibidang K3 yang diberikan berupa pelatihan pemadaman api berupa pemakaian APAR, alat pemadam tradisional, penggunaan hydrant dan fire truck. Pelatihan tersebut di berikan untuk memberikan pengetahuan para pekerja untuk merespon ketika terjadi keadaan darurat seperti kebakaran, sebab risiko terjadinya kebakaran di area PT.X tergolong tinggi. Dengan diadakannya pelatihan K3 tersebut secara tidak langsung telah diadakan sosialaisasi terhadap pentingnya menerapkan K3 di dalam suatu perusahaan sebab bila terjadi kelalaian dalam bekerja termasuk mengabaikan aspek keselamatan dapat terjadi kecelakaan kerja termasuk kejadian kebakaran di tempat kerja.

3. Faktor Penguat

Supervisor sebagai pemimpin dan koordinator bagian memiliki peranan yang penting dalam mendidik maupun memberikan arahan kepada stafnya untuk bekerja sesuai dengan aturan yang ada dan memperhatikan aspek K3. Hal tersebut didukung dengan pernyataan informan utama mengenai Supervisornya bahwa beliau selalu mengingatkan setiap karyawannya sebelum bekerja untuk memperhatikan aspek K3 seperti memakai APD, pembuatan PTW maupun safety work permit pada saat meeting pagi. Tindakan lain yang dilakukan supervisor adalah mengingatkan bahkan menegur stafnya bila bekerja tidak memperhatikan aspek K3.

Di dalam bagian LK3 terdapat staf yang bertugas sebagai pengawas langsung pelaksanaan kebijakan K3 dilapangan, salah satu tugas dari staf LK3 tersebut adalah melakukan safety patrol maupun pengawasan terhadap pekerjaan yang dilakukan di area unit. Dengan demikian staf LK3 akan berhadapan langsung dengan para pekerja di dalam unit tersmasuk juga dengan semua informan utama saat melaksanakan pekerjaan di lapangan. Dengan demikian secara langsung staf LK3 memberikan pengaruh terhadap praktik yang dilakukan oleh informan utama saat bekerja, sebab bila informan utama bekerja tidak sesuai dengan aspek K3 maupun kebijakan K3 yang telah ditetapkan oleh pihak perusahaan maka tugas dari staf LK3 tersebut adalah mengingatkan maupun menegur agar bekerja sesuai dengan aspek K3 maupun kebijakan K3 yang telah berlaku di lingkungan PT.X. Dari 15 informan utama sebanyak 11 informan pernah mendapatkan pemahaman tentang pentingnya K3 dari pihak staf LK3 ketika melaksanakan pekerjaan tidak memperhatikan aspek K3. Tindakan dari staf LK3 ketika ada pekerja yang tidak sesuai dengan aspek K3 saat melaksanakan pekerjaan adalah dengan menegur hal tersebut sebagian besar di alami oleh informan utama ketika mengabaikan aspek K3 saat bekerja, sehingga pengaruh staf LK3 dilapangan sebagai pengingat terhadap aspek K3 dan pengawas kebijakan K3 memberi-kan dampak yang positif bagi informan uama.

Berdasarkan keterangan dari informan utama salah satu bentuk pengaruh rekan kerja mereka dalam penerapan kebijakan K3 adalah adanya usaha dari rekan kerja mereka untuk saling mengingatkan bila melakukan pelanggaran terhadap aspek K3 saat bekerja seperti tidak mengunakan APD saat bekerja. Contoh lain yang mendukung perilaku informan utama adalah saling memberikan contoh untuk beperilaku safety saat bekerja. Dengan adanya hal tersebut tentunya akan membuat suasana kerja menjadi aman dan selamat sehingga secara umum dapat mempengaruhi rekan kerja disekitarnya untuk meniru pe-rilaku tersebut.

4. Hasil Observasi

     Informan utama yang bekerja sebagai teknisi di area fly ash, khusus informan 1, 4 dan 13. Untuk praktik penggunaan APD terutama wear pack informan 1 dan 13 tidak menggunakan wear pack, hal tersebut dikaenakan mereka tidak mendapatkan wear pack dari pihak perusahaan dan hanya mendapatkan seragam lapangan. Adapun informan 4 yang memakai wear pack merupakan wear pack pribadi. Selain itu tindakan terlarang di area fly ash yang berdekatan dengan H2 adalah menggunakan handphone, informan 13 menggunakan handphone saat melajukan pekerjaan, akan tetapi hal tersebut dapat di tolilir sebab lokasi pekerjaan jauh dari H2.

Di area coal handling terdapat 6 informan utama yaitu informan utama 2,5,6,7,14 dan 15. Dari ke enam informan tersbut dalam praktik penggunaan APD safety gogles informan 6 dan 14 tidak menggunakan safety goggles saat bekerja, selanjutnya informan 6,7,14 dan 15 idak menggunakan ear plug saat bekerja dan semua informan tidak menggunakan wear pack ketika bekerja. Untuk wear pack memang dari perusahaan tidak menyediakan dan diganti dengan seragam lapangan. Dari ke enam informan tersebut terdapat dua informan yaitu informan utama 7 dan 15 yang kedapatan masih merokok di area kerja. Hal tersebut termasuk tindakan yang melanggar peraturan yang ditetapkan pihak direksi dan menyimpang dari implementasi kebijakan K3.

Informan utama yang bekerja sebagai teknisi alat berat berjumlah 5 orang yaitu informan utama 3, 8, 9, 10 dan 12. Dari 5 informan tersebut dalam praktik penggunaan APD berupa wear pack hanya informan 3 saja yang menggunakan wear pack saat bekerja. Berdasarkan observasi informan 8 kedapatan merokok di area workshop alat berat saat masih dalam pekerjaan. Hal tersebut termasuk kedalam pelanggaran dan tidak memperhatikan aspek K3 saat bekerja.

Informan utama yang bekerja sebagai pengelas adalah informan utama 11, saat melakukan pengelasan informan utama 11 tidak menggunakan sarung tangan, appron dan wear pack, untuk sarung tangan sudah disediakan namun tidak digunakan dengan alasan kurang nyaman, sedangkan kedua APD seperti appron dan wear pack memang belum tersedia untuk appron masih dalam tahap pengadaan.

KESIMPULAN

  1. Perilaku pekerja bagian Pemeliharaan Mesin 2 dalam mengimplementasikan kebijakan K3 masih kurang dan belum sepenuhnya sesuai dengan kebijakan K3 PT. X. Berdasarkan hasil observasi terhadap praktik informan utama saat bekerja masih ada yang tidak memakai APD standar yang telah tersedia seperti ear plug, safety goggles dan safety gloves serta ada informan utama yang merokok di area kerja. Padahal mereka mengetahui manfaat penggunaan APD untuk perlindungan terhadap keselamatan mereka dan telah ada larangan untuk merokok di area kerja.
  2. Pengetahuan informan utama tentang K3, manfaat kebijakan K3, APD, safety sign, unsafe action dan unsafe condition di tempat kerja sudah baik, dan pengetahuan dalam hal SMK3 dan kebijakan K3 di PT.X masih kurang informan utama belum mengetahui pengertian secara umum dari SMK3, mereka hanya menyebutkan bahwa SMK3 merupakan sistem dan aturan tentang K3, serta ada 4 informan utama yang belum mengetahui tentang IK yang dijadikan panduan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, mereka menyatakan bahwa IK merupakan penilaian dari atasan terhadap bawahan dan IK merupakan perintah adari atasan untuk bekerja.
  3. Penilaian informan utama terhadap kebijakan K3 adalah positif mereka menyatakan kebijakan K3 penting untuk dilaksanakan sebab untuk memberikan keselamatan pada mereka saat melaksanakan pekerjaan.
  4. Sikap sebagian besar informan utama terhadap Kebijakan K3 adalah positif dan menganggap bahwa Kebijakan K3 di PT. X perlu dipatuhi dan bagi pelanggar perlu diberikan suatu sanksi.
  5. Telah tersedia APD dan safety sign walaupun belum 100% ada, sebagian dari APD dan safety sign masih dalam tahap pengadaan. APD yang belum tersedia yaitu wear pack, appron dan masker respirator khusus debu. Untuk safety sign yang belum tersedia yaitu himbauan memakai APD. seperti masker, safety gogles, safety gloves, bahaya debu, dan bahaya ketinggian.
  6. Bagian Pemeliharaan Mesin 2 mempunyai prosedur untuk melakukan suatu pekerjaan berupa instruksi kerja (IK) sebagai pedoman untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Dan tercantum APD yang harus digunakan untuk bekerja sehingga berguna sebagai pengingat pekerja untuk berperilaku safety.
  7. Sebagain besar informan utama telah mendapatkan pelatihan K3, ada 2 informan utama yang belum mendapatkan pelatihan K3, pelatihan K3 yang diberikan berupa pelatihan pemadaman api seperti pemakaian APAR, alat pemadam tradisional, penggunaan hydrant dan fire truck.
  8. Keberadaan dari supervisor Pemeliharaan Mesin 2 memiliki pengaruh terhadap informan utama dalam praktik K3 saat bekerja ditunjukkan dengan selau mengingatkan untuk memperhatikan K3 saat bekerja dan memberikan teguran langsung di lapangan ketika bawahannya tidak memperhatikan aspek K3 saat bekerja.
  9. Keberadaan dari staf LK3 sebagai pelaksana pengawasan terhadap implementasi kebijakan K3 di perusahaan sudah baik ditunjuk-kan dengan pemberian teguran langsung dilapangan bagi pekerja yang melanggar kebijakan K3 dan memberikan pengaruh terhadap praktik informan utama untuk bekerja sesuai dengan aspek K3.
  10. Keberadaan rekan kerja mem-berikan pengaruh terhadap praktik dari infoman utama untuk bekerja sesuai dengan aspek K3 ditunjukkan dengan tindakan saling memngingatkan untuk memakai APD saat bekerja dan pemberian contoh untuk berperilaku safety selama bekerja.

SARAN

  1. Bagi Perusahaan
  2. Pemberian edukasi kepada pekerja tentang SMK3 dan kebijakan K3 PT.X sehingga setiap pekerja mengetahui tujuan terkait penerapan K3 yang ingin dicapai oleh perusahaan.
  3. Supervisor Bagian Pemeliharaan Mesin 2 diharapkan memberikan sosialisasi tentang IK kepada 4 informan utama yang belum mengerti tentang IK, dan memberitahu stafnya untuk selalu membaca IK bila ada pekerjaan baru yang belum pernah dikerjakan sebelumnya.
  4. Pemberian sanksi yang tegas berupa administrasi terhadap pelanggar kebijakan K3 dan berlaku secara merata kepada setiap pekerja.
  5. Melengkapi APD dan safety sign yang ada di area perusahaan.
  6. Memberikan pelatihan K3 bagi informan utama yang belum mendapatkan pelatihan K3.
  7. Meningkatkan pengawasan terhadap pekerjaan yang di lakukan di lapangan oleh pihak LK3, sebab ada pekerja yang melakukan pelanggaran aspek K3 bila tidak mendapatkan pengawasan secara langsung.
  8. Bagi Peneliti Lain

Dalam penelitian selanjut-nya bisa dilakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempngaruhi perilaku merokok para pekerja di area kerja serta faktor yang mempengaruhi praktik penggunaan APD oleh pekerja.

DAFTAR PUSTAKA

  1. PLN (Persero). Statistik PLN 2011. ISSN : 052 – 8179 No. 02401. 120722. (Online), (http://www.pln.co.id/dataweb/STAT/STAT2011IND.pdf. diakses tanggal diakses tanggal 29 April 2013).
  2. Pertumbuhan Listrik Nasional Meningkat 10,1%. (Online), (http://economy. okezone.com/read/2013/02/20/19/764478/pertumbuhan-listrik-nasional-meningkat-10-1. diakses tanggal 29 April 2013).
  3. Profil PT PLN (Persero) Pembangkitan Lontar. (Online), (http://www.pln.co.id/kitlontar/?p=24, diakses tanggal 24 Desember 2013).
  4. Health And Safety Authority. Summary of Workplace Injury, Illnes and Fatality Statistics 2011-2012. (Online) (ttp://www.hsa.ie/eng/Publications_ and_Forms/Publications /Corporate/stats_report_11_12.pdf diakses tanggal 14 Juni 2014).
  5. Bureau Of Labor Statistics. Employer-Repoted Workplace Injuries And Illnesses 2012. (Online) (http://www.bls.gov/news.release/pdf/osh.pdf diakses tanggal 14 Juni 2014).
  6. Indonesia, Presiden Republik. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan,
  7. Indonesia, Presiden Republik. Udang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, 2003
  8. Suardi, Rudi. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Penerbit PPM, Jakarta, 2005.
  9. Silalahi, B. N. B., Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. PT Pustaka Binaman Presindo, Jakarta, 1991.
  10. Bungin,Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT RajaGrafindo, Jakarta, 2007.
  11. Poerwandari, E.K. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi Lembaga Pengembangan Sarana Penyuluhan dan Pendidikan Psikologi. Fakultas Psikologi UI, Jakarta, 1998.
  12. Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta, 2005.

 

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi umumnya ditemukan di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga khusus Aedes spesies. Di Indonesia kasus demam berdarah dengue dari tahun ke tahun belum mengalami penurunan yang siginifikan. Peningkatan prevalensi kasus DBD ini bersamaan dengan meningkatnya pula habitat nyamuk, yaitu air bersih yang menggenang. Oleh karena itu keberadaaan air tergenang di masyarakat mendukung potensi perkembangbiakan nyamuk ini, khususnya di lingkungan perumahan yang menampung air untuk keperluan hidup sehari-hari. Pencegahan perkembangbiakan nyamuk yang paling efektif adalah menguras bak mandi lebih sering yaitu dua kali dalam seminggu. Sementara itu ketersediaan air bersih di Indonesia sangat terbatas, pengurasan bak mandi 2 minggu sekali untuk mengurangi telur dan jentik nyamuk merupakan pemborosan energi. Vaksin untuk pencegahan terhadap infeksi virus dan obat untuk penyakit DBD belum ada dan masih dalam proses penelitian, sehingga pengendaliannya terutama ditujukan untuk memutus rantai penularan, yaitu melalui pengendalian vektornya dengan cara menghilangkan memutus rantai perkembangbiakan Aedes aegypti. Breeding place nyamuk Aedes aegypti yaitu pada air genang yang bersih, dan hingga saat ini belum ada yang menemukan bahwa nyamuk dapat bertelur pada air yang berarus, seperti di aliran sungai.Atas dasar itu, maka diperlukan suatu pemikiran baru mengenai cara untuk membuat arus pada air. Air berarus dan mengalir ini diharapkan menjadi penyebab nyamuk tidak dapat bertelur di bak mandi. Untuk itu dalam usulan ini, kami akan menciptakan suatu alat yang dimodifikasi mampu membuat nyamuk tidak bisa bertelur pada tempat-tempat penampungan air di masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengurangi intensitas pengurasan bak mandi.  yaitu Preventing Aedes Pump (PAP) yang dapat menimbulkan aliran dan arus pada bak mandi, sehingga nyamuk tidak mau bertelur di bak tersebut dengan tujuan mengurangi angka kesakitan Demam Berdarah Dengue dan penghematan air bersih sebagai salah satu sumber energi terbatas.

Kata Kunci: Prevent Aedes Pump, Aedes aegypti, Demam Berdarah Dengue

 

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan terkait kanker payudara, kerusakan gen dan faktor usia berpengaruh terhadap resiko terjadinya kanker payudara. Menurut penelitian menemukan bahwa kerusakan dua gen yaitu BRCA1 dan BRCA2 dapat meningkatkan risiko wanita terkena kanker sampai 85%. (BRCA1 dan BRCA2 adalah gen penekan tumor manusia, yang menghasilkan protein, yang disebut kanker payudara tipe 1). Hal yang menarik, faktor genetik hanya berdampak 5-10% dari terjadinya kanker payudara ini menunjukkan bahwa faktor risiko lainnya memainkan peranan penting. Pentingnya faktor usia sebagai faktor risiko diperkuat oleh data bahwa 78% kanker payudara terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dan hanya 6% pada pasien yang kurang dari 40 tahun. Rata-rata usia pada saat ditemukannya kanker adalah 64 tahun.

Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nancy Potischman terkait hubungan asupan gizi dengan kanker payudara, dengan meneliti konsentrasi asupan vitamin A dan plasma karotenoid dengan hasil, diet dan konsentrasi plasma karatenoid dan retinol untuk 83 wanita ditemukan memiliki kanker payudara dibandingkan dengan 113 wanita ditemukan bebas dari kanker payudara (subyek kontrol). Tidak ada kasus-kontrol perbedaan perkiraan diet asupan vitamin A atau dalam plasma-karoten dan likopen. Namun, subyek dengan kanker payudara memiliki konsentrasi yang lebih rendah dari plasma / 3-karoten dibandingkan subyek kontrol. Tidak ada secara keseluruhan hubungan antara plasma retinol dan kanker payudara tapi positif hubungan yang diamati antara retinol dan kanker payudara dalam sub kelompok dengan nilai rendah / 3-karoten. Hasil ini menunjukkan bahwa plasma rendah 13-karoten dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara. Penelitian lain akan perlu menentukan apakah konsentrasi karoten rendah adalah efek halus dari penyakit atau mungkin kausal berkaitan dengan kanker payudara.

Untuk pembuktian lebih lanjut terkait peran karotenoid terhadap resiko kanker payudara, berdasarkan penelitian André Nkondjock and Parviz Ghadirian tentang karotenoid spesifik dan asam lemak esensial dengan risiko kanker payudara di Montreal, Kanada. Tujuan dari penelitian ini untuk menilai kemungkinan hubungan antara karotenoid spesifik dan total risiko kanker payudara untuk mengevaluasi efek modifikasi yang berhubungan dengan asam lemak dan gaya hidup sebagai faktor dalam perkembangan kanker payudara. Penelitian  melibatkan 414 insiden kasus dan 429 kontrol dilakukan di Perancis Kanada di Montreal. Diet asupan diperkirakan dengan penggunaan frekuensi makan kuesioner dalam tatap muka wawancara. Hasilnya tidak ada hubungan yang signifikan terlihat jelas di antara setiap individu atau total karotenoid dan risiko kanker payudara setelah penyesuaian untuk faktor-faktor penentu yang mendasari terjadinya kanker payudara. Di wanita premenopause yang pernah merokok, peningkatan risiko adalah terkait dengan karoten [rasio odds (OR) untuk relatif atas ke kuartil terendah asupan: 2,40, 95% CI: 0,90, 6,41; P untuk tren? 0,046]. Sebaliknya, penurunan risiko itu terkait dengan karoten? (OR: 0,57, 95% CI: 0,26, 1,24; P untuk tren? 0,05) pada wanita yang tidak pernah menggunakan terapi hormon pengganti. Pada wanita pascamenopause, total karotenoid yang positif terkait dengan risiko kanker payudara pada mereka yang memiliki asupan asam arakidonat tinggi (OR: 1,92; CI 95%: 0,93, 3,94; P? 0,028 untuk tren) dan berbanding terbalik dikaitkan pada mereka dengan tinggi asupan asam docosahexaenoic (OR: 0,52, 95% CI: 0,25, 1,07; P untuk tren? 0,054). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa asupan tinggi gabungan karotenoid total dan asam dokosaheksaenoat dapat mengurangi risiko kanker payudara.

Perbedaan dalam pola makan dan tingkat kanker payudara di negara-negara menunjukkan bahwa komponen makanan, termasuk produk susu, dapat mempengaruhi resiko kanker payudara. Namun, produk susu adalah kelompok makanan beragam dalam hal faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi risiko. Beberapa produk susu, seperti susu dan banyak jenis keju, memiliki kandungan yang relatif tinggi lemak jenuh, yang mungkin meningkatkan risiko. Selain itu, produk susu mungkin mengandung kontaminan seperti sebagai pestisida, yang memiliki potensi karsinogenik, dan faktor pertumbuhan seperti insulin-seperti faktor pertumbuhan utama, yang telah terbukti untuk mempromosikan pertumbuhan sel kanker payudara. Sebaliknya, kalsium dan vitamin D isi produk susu telah dihipotesiskan untuk mengurangi risiko kanker payudara. Berdasarkan review literatur epidemiologi saat ini pada relasi antara konsumsi produk susu dan risiko kanker payudara, dengan fokus utama hasil penelitian kohort dan kasus-kontrol. Sebagian besar penelitian review tidak menunjukkan pola yang konsisten dari payudara ditambah atau dikurangi risiko kanker dengan konsumsi tinggi produk susu secara keseluruhan atau ketika dipecah menjadi produk susu tinggi lemak dan rendah lemak, susu, keju, atau mentega. Kajian epidemiologi bukti yang tersedia tidak mendukung hubungan yang kuat antara konsumsi susu atau produk susu lainnya dan risiko kanker payudara.

Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Valeria Pala dkk, mengenai hubungan antara daging, telur, dan produk susu konsumsi dengan risiko kanker payudara di Eropa dengan menggunakan data dari European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC). Desain: Antara 1992 dan 2003, informasi dikumpulkan dari 319.826 perempuan. Penyakit hazard ratio diperkirakan dengan multivariat Cox model bahaya proporsional. Hasilnya adalah kasus kanker payudara (n = 7119) yang diamati selama 8,8 y (Median) dari tindak lanjut. Tidak ada hubungan yang konsisten ditemukan antara risiko kanker payudara dan konsumsi dari setiap makanan kelompok yang diteliti, jika dianalisis oleh kedua kategoris dan berkesinambungan paparan model variabel. Tinggi konsumsi daging olahan dikaitkan dengan sedikit peningkatan risiko kanker payudara di kategoris model (rasio bahaya: 1.10; 95% CI: 1,00, 1,20; tertinggi dibandingkan dengan kuintil terendah: P untuk trend = 0,07). Subkelompok analisis menunjukkan hubungan dengan konsumsi mentega, terbatas pada premenopause perempuan (rasio bahaya: 1,28 CI 95%: 1,06, 1,53; tertinggi dibandingkan dengan kuintil terendah: P untuk trend = 0,21). Antara-heterogenitas negara ditemukan untuk daging merah (Q statistik =18,03; P = 0,05) dan secara signifikan menjelaskan (P = 0,023) dengan proporsi daging dimasak pada suhu tinggi. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa belum konsisten mengidentifikasi konsumsi daging, telur, atau produk susu sebagai faktor risiko untuk kanker payudara. Masa depan penelitian harus menyelidiki kemungkinan peran suhu tinggi memasak dalam hubungan asupan daging merah dengan risiko kanker payudara.

Referensi :

Pala, Valria,dkk. 2009. Meat, eggs, dairy products, and risk of breast cancer in the European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC) cohort. Sumber : http://www.ajcn.org/content/90/3/602.full.pdf+html?sid=45fe9e3a-a100-420f-83d8-4db7027f9313.

Patricia G Moorman dan Paul D Terry. 2004. Consumption of dairy products and the risk of breast cancer: a review of the literature. Sumber : http://www.ajcn.org/content/80/1/5. full.pdf+html?sid=3d4734d2-66fc-43c8-8086-65abc499458b.

Potischman, Nancy. 1990. Breast cancer and dietary and plasma concentrations of carotenoids and vitamin A. Sumber:http://www.ajcn.org/ content/52/5/909.full.pdf+html ?sid=3d4734d2-66fc-43c8-8086-65abc499458b.

André Nkondjock and Parviz Ghadirian. 2004. Intake of specific carotenoids and essential fatty acids and breast cancer risk in Montreal, Canada. Sumber : http://www.ajcn.org/content /79/5/857.full.pdf+html?sid=3d4734d2-66fc-43c8-8086-65abc499458b.